KEGIATAN BELAJAR
TEKNIK MENYUSUN NARASI MODERASI MELALUI MEDIA
A. Pengantar
Di era revolusi industri 4.0,
informasi sangat berkembang dengan cepat. Sayangnya penggunaan teknologi belum
sepenuhnya dipakai untuk sesuatu yang positif konstruktif, tetapi serigkali
digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat bahkan untuk menyebarkan berita
bohong atau hoax. Agar informasi yang berkembang berkeseimbangan, maka perlu melakukan kontra narasi informasi
yang setengah benar atau bahkan hoax.
Maka dipandang perlu untuk
membuat dan mempublikasikan narasi moderasi melalui media sosial online, agar
informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat adalah informasi yang bermanfaat dan
benar adanya.
Penyuluh Agama memiliki peran
strategis untuk menggunakan media online ini, dalam melakukan kegiatan
bimbingan penyuluhan agama dengan membuat materi berupa narasi moderasi. Oleh
karenanya maka pada kegiatan belajar ini akan dieksplorasi tentang teknik
menyusun narasi moderasi yang dipubilkasi melalui media.
B. Deskripsi Singkat
Mata diklat ini terdiri dari dua materi
utama yaitu: (1) Analisis pemanfaatan media IT sebagai media penyuluhan. Materi
ini dibagi lagi dalam dua sub materi yaitu: a) Internet sebagai sumber dan
media penyuluhan agama; b) Mengenali beragam media sosial. (2) Penyusunan
narasi moderasi berbasis IT. Materi ini dibagi lagi dalam dua sub materi yaitu
: a) Pembuatan narasi moderasi; b) Publikasi narasi moderasi secara online.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi
Mata Pelatihan:
a. Pengetahuan:
Peserta mampu menganalisis pemanfaatan media IT untuk penyusunan narasi moderasi
b. Keterampilan: Peserta mampu menyusun dan mempresentasikan penyusunan narasi moderasi melalui media IT
2.
Indikator
Peserta diklat
dapat Mempraktekkan
Penyusunan Narasi Moderasi Melalui Media
D. Uraian Materi
1.
Analisis
Pemanfaatan Media IT
Teknologi yang diyakini akan memudahkan setiap urusan manusia,
berkembang dengan pesat terutama dalam bidang informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan kemudahan dalam setiap aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam kegiatan dakwah dan kepenyuluhan.
Untuk itu membaca dan menulis melalui TIK sebagai dua aspek
keterampilan tersebut, merupakan persoalan penting yang harus dikuasai oleh
para penyuluh agama. Dua kemampuan yang menjadi dwi-tunggal
ini diharapkan menjadi faktor pendorong utama keberhasilan penyuluh dalam
menjalankan fungsinya.
a.
Internet sebagai Sumber dan Media
Penyuluhan Agama
Penyuluh agama dapat memanfaatkan TIK
untuk pencarian informasi di Google scholar atau google cendikia yang merupakan
situs web yang dikembangkan google untuk memudahkan pencarian terkait
artikel-artikel ilmiah. Dengan memanfaatkan mesin pencarian ini kegiatan
membaca ilmiah lebih terarah dan pembaca dengan mudah dapat menemukan dan
memilih teks bacaan sesaui dengan apa yang dicari. Melalui mesin pencarian
ilmiah ini, pembaca tinggal memasukkan kata kunci layaknya dalam mesin
pencarian biasa. Perbedaannya adalah artikel yang muncul secara otomatis
merupakan artikel-artikel ilmiah sehingga pembaca dengan mudahmendapatkan
informasi yang akurat. Selain itu, penulisnya jelas sehingga lebih dapat
dipertanggungjawabkan dibandingkan artikel yang muncul dalam google umumnya.
Satu hal yang tidak boleh terlupakan
adalah, pemanfaat TIK mebutuhkan kesadaran literasi, yaitu sikap ketika
seseorang mendapat berita harus membandingkan dengan berita di media lain,
memilah dan memilih media arus besar untuk dijadikan sebagai rujukan, mengolah
untuk ditulis dan atau dishare ulang.
Jangan lupa ketika akan meng-upload atau
mem-posting narasi di media
mencantumkan sumber dan pranala (link)
asal berita.
Semakin berkembangnya manusia,
berkembanglah pula ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Itu semua
mengharuskan manusia menyesuaikan langkah-langkah kerjanya jika ingin tetap relevan dan efektif.
Saat ini, sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan jangkauan
yang luas, cepat, efektif, dan efesien terhadap penyebarluasan informasi ke
berbagai penjuru dunia. Pemanfaatan TIK oleh para penyuluh agama akan dapat
meningkatkan jangkauan objek kepenyuluhan melebihi cara-cara kepenyuluhan yang
reguler selama ini.
b.
Mengenali Media Sosial
Pada era teknologi modern ini, jejaring
sosial dapat menjadi sarana untuk melakukan aktivitas penyuluhan. Saat ini,
dengan kecanggihan TIK, semua orang bisa berkomunikasi tanpa terbatas ruang dan
waktu melalui jejaring sosial atau media social (medsos) seperti facebook,
whatsApp, instagram, line, twitter, dan semacamnya. Terlepas dari apakah itu positif atau negatif, semua akan bergantung
pada tujuan dan cara kerja si pengguna.
Jejaring sosial tersebut, jika
dimanfaatkan oleh para penyuluh, maka akan dapat meningkatkan efektivitas
kerja-kerja kepenyuluhan. Banyaknya informasi dan konten di medsos saat ini
yang tidak bertanggung jawab, dapat diimbangi dengan informasi yang disampaikan
para penyuluh agama. Saat ini, berbagai aplikasi medsos tersebut selain dapat
dimanfaatkan sebagai media komunikasi penyampaian gagasan atau pendapat, juga
dapat berperan sebagai media interaktif, sehingga sangat membantu bagi penyuluh
agama dalam mengembangkan kerja-kerja kepenyuluhan.
Setiap platform sosial media memiliki
fitur unik yang bisa dimanfaatkan untuk media kontranarasi. Perlu cara dan
pendekatan yang khusus pula untuk melakukan kampanye di ranah online. Contohnya
Facebook yang memungkinkan kita untuk meluncurkan berbagai media dalam satu
kali posting, baik teks, foto, dokumen, surel, video, juga perasaan yang kita
alami saat itu. Fitur-fitur ini dapat dimanfaatkan untuk membuat kontranarasi
yang paling menarik dan paling informatif, misalnya dengan pantun,
puisi, lagu, atau melampirkan hasil kajian dari lembaga yang terpercaya
sebagai bentuk kontranarasi. WhatsApp juga memiliki fitur yang kurang lebih
sama dengan Facebook. Bedanya, karena WhatsApp adalah aplikasi untuk pesan
instan, perputarannya bisa jadi lebih cepat daripada Facebook. Apalagi jika
kontranarasi disebarkan di grup dengan banyak
anggota.
Selain fitur, target audience juga bisa
ditentukan dari media sosialnya. Untuk Facebook dan WhatsApp di Indonesia,
penggunanya berasal dari berbagai kalangan dan kelompok usia. Berbeda dengan
Instagram dan Line yang lebih popular di kalangan anak muda. Mengenali
karakter, fitur, dan popularitas di kalangan pengguna akan membuat penyebaran narasi
perdamaian lebih efisien. Satu hal yang terdapat pada berbagai media sosial
maupun aplikasi pesan instan, adalah penggunaan hashtag (#). Seringkali kita
melihat pesan ditonjolkan dalam beberapa kata yang menarik dan mudah diingat.
Tagar berperan sebagai ‘kategori’ dan seringkali dituliskan bersamaan dengan
posting lain, sebagai penanda bahwa posting tersebut masih berhubungan dengan
tagar tersebut sehingga memudahkan pencarian. Fungsi ini bisa ditemukan di
berbagai media sosial dan terbukti efektif untuk mengampanyekan berbagai pesan,
baik yang positif maupun negatif. Contoh tagar yang sempat populer adalah:
#KamiTidakTakut, #PrayForLombok, atau #LawanHoax
2. Penyusunan Narasi Moderasi Berbasis
IT
Konflik dan ekstremisme kekerasan muncul di masyarakat
umumnya diawali dengan hoaks atau rumor dan narasi kebencian di masyarakat.
Secara sederhana, hoaks dipahami sebagai berita bohong atau tidak benar.
Tersebarnya hoaks bukan hanya karena seseorang memiliki niat buruk, tapi juga
karena seseorang tidak mengetahui secara jelas informasi tersebut dan tidak
sempat memeriksa lebih detail sebelum menyebarkannya.
Sementara itu, ujaran kebencian meliputi unsur-unsur berikut: (a) Segala bentuk
komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung; (b) Didasarkan pada kebencian
atas dasar suku, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, etnis, dan identitas
lainnya; (c) Ditujukan sebagai hasutan terhadap individu atau kelompok agar
terjadi diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan konflik sosial; (d)
Dilakukan melalui berbagai sarana.
a.
Pembuatan Narasi Moderasi
Setelah mengenali ujaran kebencian, langkah berikutnya
adalah melawan ujaran kebencian tersebut dengan membuat narasi tandingan atau
kontranarasi, dengan kata lain menciptakan narasi baru/alternatif. Kontranarasi
adalah balasan tangkisan singkat, cepat, dan langsung untuk melawan ujaran
kebencian. Kontranarasi digunakan sebagai instrumen untuk melawan ekspresi
kebencian yang sangat nyata. Dengan demikian, ruang publik tidak dikuasai oleh
ujaran kebencian saja, namun juga narasi damai yang melemahkan narasi
kebencian, dalam hal ini kita sebut dengan narasi moderasi.
Narasi moderasi bertujuan untuk menghentikan hasutan
kebencian dengan fokus pada tujuan yang lebih besar; menguatkan ide-ide dengan
tujuan yang positif, inklusif, dan konstruktif, termasuk bagi mereka yang
memproduksi ujaran dan hasutan kebencian. Strategi ini tidak melawan hasutan
kebencian secara langsung, tetapi memengaruhi diskusi di masyarakat sehingga
mengubah narasi yang bergulir di publik.
Menggunakan nilai dan pendekatan kebangsaan merupakan
langkah kunci untuk memastikan bahwa kita tidak menggunakan kembali pola pikir
kebencian dalam kontranarasi yang kita buat. Kontranarasi harus secara eksplisit menyebutkan aspek
keberagaman dalam satu bangsa dan bagaimana narasi kebencian melanggar
prinsip-prinsip tersebut.
b.
Publikasi Narasi Moderasi Secara Online.
Perkembangan teknologi memperbesar cakupan media saat ini.
Banyak media, arus utama maupun independen, yang memiliki lebih dari satu
platform media sehingga sulit mendefinisikan dan mengategorikan media dalam
satu pengertian saja. Kita bisa melihat apa yang ada di TV dan koran seperti
yang kita dapatkan di internet. Secara sederhana dan luas, media dapat
dikategorikan menjadi: media arus utama (televisi, radio, dan koran), media
berbasis internet (media sosial, website, radio dan koran online), serta media
luring atau offline (mural, poster,
flyer, dan brosur). Setiap media memiliki audiensnya masing-masing dengan
segmen yang berbeda pula. Dalam tahap ini pemilihan media bukan hanya
mempertimbangkan media mana yang paling mudah menjangkau target tetapi juga
media yang paling tepat cara untuk mendistribusikan produk narasi moderasi.
Langkah selanjutnya adalah mengujicoba narasi moderasi dan
rencana aksi yang sudah dipersiapkan. Pada tahap ini, kita akan berhubungan
langsung dengan narasi kebencian dan mulai melawannya. Banyak aksi yang dapat
dilakukan, tergantung dengan strategi yang sudah disepakati bersama.
Langkah 1: Rencanakan Momen dan Waktu Peluncuran Narasi Moderasi
Tahap ini adalah awal untuk memperkenalkan narasi moderasi
ke publik. Perlu dipastikan momen dan waktu yang tepat supaya semakin banyak
audiens dan media yang tertarik dengan kontranarasi yang dibuat. Beberapa hal
yang bisa dilakukan dalam langkah ini adalah: tentukan tanggal peluncuran, cari
momentum yang pas, buat peluncuran yang menarik, buat supaya publik mengantisipasi peluncuran
ini, buat komitmen dari awal, gunakan bahasa yang sesuai dengan audiens, dan
ajak orang dengan berbagai latar belakang supaya semakin menarik perhatian dan
memperluas cakupan narasi moderasi.
Langkah 2: Ajak Banyak Media untuk Terlibat
Pengikutsertaan media seharusnya sudah dilakukan sepanjang
proses pembuatan narasi moderasi ini. Media adalah kendaraan yang memungkinkan
kita memiliki ruang lebih untuk menyampaikan narasi moderasi dan
mendistribusikannya ke berbagai audiens. Dengan demikian, jangkauan yang
efisien dan lebih luas dapat terlaksana. Tentunya ada pertimbanganpertimbangan
khusus dalam memilih suatu media, disesuaikan dengan tujuan dan target dari
kontranarasi itu sendiri. Jangan meremehkan peran media-media kecil, seperti
koran dan radio komunitas, TV lokal, majalah mahasiswa, dsb. Terkadang platform
ini lebih efektif untuk mencapai target di level komunitas.
Langkah 3: Ajak Orang-Orang Berpengaruh
Orang-orang berpengaruh dapat menjangkau audiens yang lebih
luas dan memengaruhi para pengikutnya untuk terlibat. Mereka bisa datang dari
beragam latar belakang, politisi, akademisi, atlet, pemusik, dsb. Mereka memiliki jumlah pengikut
yang banyak sehingga memungkinkan untuk mendapat audiens banyak dalam waktu
singkat. Tentu perlu diperhatikan pula orang-orang yang dapat merepresentasikan
topik kontranarasi kita, misalnya mereka yang memang memiliki perhatian khusus
terhadap isu yang kita bahas. Pastikan kita tidak memilih orang-orang yang
justru pernah mendukung narasi kebencian.
Langkah 4: Ikutsertakan Semua Pihak yang Terlibat
Ingat bahwa dibalik narasi kebencian yang disebar, ada
unsur manusia yang terlibat di dalamnya. Mengajak orang dari kedua kelompok
memang menjadi tantangan tersendiri, tetapi aksi ini perlu dilakukan untuk
menjangkau lebih banyak orang. Hal ini juga dapat membuka dialog dari kedua
pihak. Untuk itu, selain perlu pemilihan yang sangat hati-hati, perhatikan pula
tujuan dari kontranarasi ini. Pastikan konten yang disebar tidak ambigu.
Pertimbangkan apakah orang lain dapat menyalahgunakan informasi yang Anda
sebarkan untuk memberikan gambaran yang salah dan membahayakan orang lain.
Ingat bahwa konten yang disebar, baik online maupun offline, mudah
disalahpahami dan menyebabkan adanya ketersinggungan jika tidak dibahasakan
dengan baik. Jangan menyebarkan hal apapun yang dapat mengganggu privasi dan
keamanan orang lain. Periksa kembali jika kurang yakin.
Rujukan Pustaka
Alimi, Moh Yasir. 2018. Mediatisasi
Post-Truth dan Ketahanan Nasional, Sosiologi Agama Era Digital. Yogyakarta:
LKiS
George, Cherian.
2016. Hate Spin, The Manufacture of Religious Offense and Its Threat to Democracy. MIT Press.
Mubarok, Husni (ed). 2018. Agama, Kerukunan, dan Bina Damai di Indonesia. Modul Lokakarya Penyuluh
Agama. Jakarta: PUSAD Paramadina.
Qardhawi, Yusuf. 2016. Islam
Jalan Tengah, Menjauhi Sikap Berlebihan dalam Beragama. Bandung: Mizan
Sila, Adlin, dkk. 2019. Buku
Putih Moderasi Beragama. Jakarta: PPIM UIN Jakarta.
Selengkapnya...
Read more...