You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Diberdayakan oleh Blogger.
.. SELAMAT DATANG DI WEBSITE KELOMPOK KERJA PENYULUH AGAMA ISLAM KOTA YOGYAKARTA TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN DAN APRESIASINYA.. SEMOGA BERMANFAAT DAN KESUKSESAN SELALU MENYERTAI ANDA..

Senin, 16 Desember 2019

Karya Tulis Ilmiah bagi Penyuluh Agama Islam


A.     Pengantar
Penyuluh Agama Islam merupakan  tenaga fungsional tertentu yang cara atau mekanisme kerjanya berbasis kemampuan (ability), keterampilan (skill) dan kemandirian (independence).  Kemampuan (ability) adalah kapasitas seseorang dalam mengerjakan berbagai jenis pekerjaan. Misalnya kemampuan merumuskan tujuan hidup, kemampuan menggunakan Laptop, kemampuan mengatur waktu untuk selalu disiplin diri setiap saat dan lain-lain. Dalam hal kemampuan (ability) ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: tingkat pendidikan, umur, pengalaman, dan lain-lain.

Keterampilan (skill) dari kata “terampil” yang artinya cakap, mampu, dan cekatan. Umumnya, keterampilan  itu membutuhkan latihan yang teratur (berkelanjutan)  dan kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang. Keterampilan (skill) biasanya dipengaruhi oleh motivasi, pengalaman dan keahlian.
Sedangkan, kemandirian (independence)  dalam kaitannya dengan profesi Penyuluh Agama Islam, dapat dipahami bahwa setiap pribadi penyuluh memiliki kesempatan untuk mengambil keputusan atau menentukan pilihan-pilihan secara subyektif dalam hubungannya  dengan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan uraian tugas yang telah ditentukan, termasuk dalam mengembangkan karir, misalnya  kenaikan pangkat/golongan juga tergantung pada keputusan subyektif yang bersangkutan.
Karya tulis ilmiah (KTI) bagi Penyuluh Agama Islam merupakan   bagian dari pengembangan profesi di samping menerjemahkan/menyadur kitab/buku dan bahan lainnya di bidang penyuluhan agama serta membimbing Penyuluh Agama di bawah jenjang jabatannya.  Sedangkan pengembangan profesi itu merupakan salah satu unsur utama dari uraian kegiatan Penyuluh Agama di samping pendidikan dan pelatihan, melaksanakan bimbingan-penyuluhan dan pembangunan, serta pengembangan bimbingan-penyuluhan.    Ini artinya bahwa  secara normatif, setiap Penyuluh Agama Islam lazimnya memiliki kemampuan (ability) dalam hal pembuatan KTI.  Harapannya tentu tidak hanya dapat membuat KTI, tetapi dapat membuat KTI secara benar dan baik (layak jual) atau dalam konteks pengajuan kenaikan pangkat/golongan, yaitu KTI yang dapat dinilai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.  Bagaimana ini dapat dilakukan oleh seorang penyuluh?  Jawabannya adalah penyuluh tersebut harus memiliki keterampilan (skill) yang memadai.
Dengan demikian, sekiranya ada Penyuluh Agama yang tidak dapat membuat KTI, berarti dia tidak memiliki kemampuan (ability) untuk mengerjakan salah satu unsur pokok uraian tugas dari profesinya itu.  Mengapa dia tidak memiliki kemampuan demikian? Bisa jadi ia tidak sadar atau tidak tau bahwa kemampuan membuat KTI merupakan bagian dari unsur pokok uraian tugasnya. Atau sebenarnya sudah tau akan hal tersebut, tetapi sengaja tidak mau membekali diri untuk memiliki kemampuan tersebut. Singkat kata, dia tidak mau belajar tentang hal tersebut. Atau bisa jadi, sudah belajar, tetapi tidak serius, setengah hati, atau tidak berkelanjutan. Sudah belajar, tetapi belum bisa kemudian berhenti. Mungkin ini yang sering terjadi, sudah mengikuti diklat KTI sampai berhari-hari, tetapi pulang dari diklat belum mampu juga membuat KTI.
Jadi, sekarang ini penting untuk kita pertanyakan kembali kepada diri kita masing-masing. Bernarkah kita membutuhkan kemampuan dan keterampilan untuk membuat KTI? Selagi kita belum tumbuh kesadaran bahwa dapat membuat KTI itu merupakan kebutuhan dasar bagi Penyuluh Agama, karena itu bagian dari unsur utama profesinya, maka mengikuti Bimtek atau diklat KTI berapa kalipun, kemungkinan besar tetap tidak dapat membuat KTI.
Lain halnya, jika belajar membuat KTI sudah menjadi bagian dari kesadaran bahwa itu  kebutuhan dasar dari profesi Penyuluh Agama, maka sesulit apapun akan terus tumbuh semangat untuk terus belajar dan berlatih sampai akhirnya bisa sekalipun dengan tingkat kualitas yang masih rendah. Tetapi itu tidak masalah, karena persoalan kualitas (KTI) adalah bagian dari proses pembelajaran yang memang harus dialami secara langsung.

B.     Jenis-jenis KTI dalam Dupak Penyuluh Agama
Ada beberapa jenis KTI yang diakui/dapat diajukan untuk diakukan penilaian dalam pengajuan DUPAK untuk kenaikan pangkat/golongan, sebagai berikut:
1.    Karya ilmiah hasil penelitian, pengkajian, survey dan atau evaluasi di bidang agama yang dipublikasikan dalam bentuk :
a.    Buku yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional
b.    Majalah ilmiah yang diakui instansi yang berwenang
2.    Karya tulis berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri yang tidak dipublikasikan tetapi didokumentasikan pada perpustakaan instansi yang bersangkutan dalam bentuk :
a.    Buku
b.    Makalah
3.    Makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang keagamaan yang tidak dipublikasikan  tetapi dikokumentasikan pada perpustakaan instanasi yang bersangkutan dalam bentuk :
a.    Buku
b.    Makalah
4.    Tulisan ilmiah populer di bidang keagamaan yang disebarluaskan melalui media masa.
5.    Menyampaikan  prasaran berupa tinjauan gagasan atau ulasan ilmiah di  bidang keagamaan dalam pertemuan ilmiah.
KTI yang umum dibuat oleh para Penyuluh Agama ketika mengajukan Dupak adalah makalah berupa tinjauan atau ulasan ilmiah hasil gagasan sendiri dalam bidang keagamaan yang tidak dipublikasikan  tetapi dikokumentasikan pada perpustakaan instansi yang bersangkutan dalam bentuk  makalah yang kredit poinnya 3,5.  Mengapa point ini umum dibuat, bisa jadi paling mudah.
Kemudian, KTI yang juga sebenarnya peluangnya banyak bisa dilakukan adalah Menyampaikan  prasaran berupa tinjauan gagasan atau ulasan ilmiah di  bidang keagamaan dalam pertemuan ilmiah. Karena forum Pokjaluh di tingkat kabupaten secara kuantitas maupun kualitas/kapasitas personal memungkinkan untuk membuat forum/kajian ilmiah. Sedangkan untuk tulisan ilmiah populer di bidang keagamaan yang disebarluaskan melalui media masa, ini memerlukan kemampuan dan keterampilan terntentu, di samping soal kesempatan yang tersedia.
Di samping KTI yang berhubungan dengan pengembangan profesi, ada juga uraian tugas yang hampir sejenis dengan KTI, tetapi lebih sederhana (singkat) dan merupakan bagian dari sub unsur perencanaan bimbingan dan penyuluhan   yaitu konsep materi bimbingan atau penyuluhan dan rumusan materi bimbingan dan penyuluhan dalam bentuk tertulis (naskah), leaflet dan slide (power point). Ini semua tentu membutuhkan kemampuan dan ketarampilan spesifik untuk dapat membuatnya.

C.     Persoalan atau kesalahan dalam membuat KTI
Ada beberapa persoalan atau kesalahan dalam membuat KTI. Secara umum dapat kita kelompokkan  menjadi  lima, yaitu: penentuan tema/topik/judul dan pengembangannya, sistimatika, tata bahasa, cara penulisan, orisinalitas tulisan.
1.    Penentuan tema/topik/judul dan pengembangannya
Penentuan tema/topik/judul merupakan langkah awah memulai menulis. Mungkin ada sebagian yang merasa kesulitan membuat atau mencari tema/topik/judul apa yang bisa ditulis.  Jika ini terjadi pada kita, berarti kita sebenarnya belum jelas atau belum memahmi secara detail ada yang menjadi persoalan yang sedang kita hadapi atau persoalan yang akan kita tulis tersebut.
Karena itu, identifikasi persoalan sampai pada perumusan masalah, kemudian pembatasan masalah, juga pengembang masalah itu menjadi kunci kita dapat menulis atau tidak. Ketika misalnya ada kasus; judul sudah ada, kemudian mulai menulis, baru satu halaman pendahuluan atau baru satu atau dua alinea kemudian mandeg, atau terasa sulit melanjutkannya.  Hal ini bisa terjadi bisanya karena kita belum menguasai persoalan secara detail serta aspek-aspek yang berhubungan dengannya.

2.    Sistematika penulisan
Sistematika penulisan menyangkut dua hal, yaitu: Pertama, urutan-urutan bahasan (Lazimnya dimulai dengan pendahuluan, pembahasan dan kesimpulan) . Hal ini simpel dan mudah. Kedua, konsistensi antara persoalan yang dikedepankan (rumusan masalah) dengan pembahasan dan kesimpulan yang dibuat. Persoalan kedua ini butuh keterampilan dan kecermatan untuk mengetahui atau memahami tulisan kita itu sistematis apa tidak, konsisten apa tidak antara masalah yang kita bahas dengan kesimpulan yang kita buat.

3.    Tata bahasa
Tata bahasa umumnya menjadi bagian paling bermasalah  bagi sebagian kecil atau malah sebagian besar pembuatan  KTI di semua jenisnya. Beberapa persoalan  atau kesalahan yang umum terjadi berhubungan dengan soal tata bahasa, antara lain:
a.    Tidak jelas mana subyek – predikat dan obyek.
b.    Kesalahan penggunaan  kata sambung – di, pada, kepada, dan lain-lain.
Contoh:
Biasanya oleh penasehat akan dibawa kepada pemahaman caten sebagai mahluk baik individu maupun social, sebagai mahluk individu yang namanya makhluk ada kewajiban untuk taat kepada Allah swt sebagai sang kholik, karena makhluk sudah diciptakan dan diberikan  semua kebutuhan untuk hidup di muka bumi ini, termasuk kebutuhan pasangan yang juga sudah disediakan oleh Allah swt., maka tugas utama mahluk adalah bersyukur kepadaa sang pencipta dengan melakukan ketaatan dan penyembahan. Maka caten harus sadar akan hal itu. Termasuk tugas satu-satunya alasan manusia diciptakan adalah agar untuk beribadah kepada-Nya, diingatkan denngan Az-zariyat ayat 56,  ke empat  haafizhootul lil-ghoibi bisa saling menjaga diri. Suami isteri harus bisa menjaga diri sendiri karena sudah diikat dengan perikatan yang suci dan agung “mitsaaqan ghalizhan” jangan mudah tergoda akan rayuan orang lain, karena sejarang sudah mempunyai pasangan yang sah, tetap bias menjaga diri sendiri di saat tidak bersama pasangan karena suatu kondisi dan keadaan seperti bekerja dan bertugas diwaktu dan tempat lain.

c.    Memulai dengan kata depan
Contoh
Dari difinisi tersebut di atas kita selaku orang tua dari anak-anak kita pada khususnya dan anak-anak remaja kita generasi penerus bangsa perlu kiranya kita berbuat untuk keselamatan mereka. Dan apa yang telah kita perbuat untuk mereka selama ini?  Persoalan remaja merupakan persoalan keluarga, oleh karena itu kita sebagai keluarga yang bersatu dan disatukan dalam sebuah negara kesatuan Republik Indonesia haruslah ikut serta dalam penyelamatan anak bangsa untuk masa depan bangsa kita. Dan kita haruslah mengambil peranan terdepan dalam hal ini sebagai wujud tanggung jawab orang tua kepada anaknya.

d.   Berlebihan – dan, juga, selanjutnya (terlalu banyak kata sambung)
e.    Pilihan kata – kata hiperbola (tidak lugas), misalnya: menggapai, hendak,  dan lain-lain.
f.     Kata depan menunjukkan tempat – disambung (salah)
Contoh: diperkotaan (salah), yang benar (di perkotaan)

4.    Penulisan  kata atau huruf salah
Penulisan huruf/kata sebenarnya masalah teknis yang sejak Sekolah dasar sudah diajarkan. Akan tetapi kita sering kurang memperhatikan atau memang belum paham. Beberapa penulisan yang salah dalam KTI, antara lain:
a.    Huruf - Allah, ridha (a) Alloh (o)
b.    Mana huruf  besar- mana huruf kecil           
c.    Meletakkan tanda titik, koma, dan lain-lain.
d.   Membuat atau memulai paragraf baru

5.    Isi tulisan/orisinalitas tulisan
Orisinalitas tulisan merupakan bagian substansial dari KTI. Mengapa demikian? Karena orisinalitas tulisan sekaligus menunjukkan integritas, kejujuran dan profesionalitas  penulisnya. Era sekarang, sangat mudah sekali orang mengakses tulisan orang lain melalui internet. Kadang kita temukan KTI yang hanya kopi paste dari tulisan karya orang lain diganti dengan namanya sendiri. Sekiranya memang itu mengambil dari sumber tertentu, buku atau internet, maka kita harus jujur menuliskan sumbernya.

D.     Penutup
Pembuatan KTI merupakan bagian dari sub-unsur pengembangan profesi Penyuluh Agama Islam. Sedangkan pengembangan profesi merupakan bagian dari unsur utama uraian tugas Penyuluh Agama Islam. Karena itu, Penyuluh Agama yang tidak memiliki kemampuan membuat KTI, maka dapat dipertanyakan profesionalitasnya.
Membuat KTI memerlukan kemampuan dan keterampilan khusus.  Kemampuan dan keterampilan dapat dikembangkan melalui diklat atau latihan secara teratur dan berkelanjutan.
Perlu media artikulasi yang tepat dan efektif untuk memfasilitasi meningkatkan kemampuan dan keterampilan  membuat KTI. Media artikulasi yang efektif dapat melalui media cetak ataupun media internet, misalnya blog pribadi,.
Yogyakarta, 27 November 2019
M. Mahlani
Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta
Makalah ini dipresentasikan pada Pelatihan Karya Tulis Ilmiah bagi Penyuluh Agama Islam Kabupaten Magelang, 27 November 2019

0 komentar:

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP