Kesehatan reproduksi remaja
dapat didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja,
termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tak
aman, penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, serta semua bentuk
kekerasan dan pemaksaan seksual. Definisi tersebut menjadikan
kita selaku orang tua dan para remaja sebagai
generasi penerus bangsa perlulah kiranya
kita berbuat untuk keselamatan mereka. Berkaitan dengan hal tersebut, apa yang
telah kita perbuat untuk mereka?
Persoalan remaja merupakan
persoalan keluarga. Karena itu, sebagai keluarga, kita perlu ikut serta dalam
penyelamatan anak bangsa untuk masa depan bangsa. Kita dituntut mengambil
peranan terdepan sebagai wujud tanggung jawab orang tua kepada anaknya.
Membangun generasi penerus
yang berkualitas perlu dimulai sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Untuk
itu, harus ada kesadaran bersama bahwa upaya yang dilakukan saat ini tidak
serta merta tampak hasilnya, namun perlu waktu panjang untuk memetiknya.
Salah satu upaya yang perlu
dilakukan untuk membangun generasi penerus yang berkualitas antara lain dengan pemberian
informasi mengenai kesehatan reproduksi kepada seluruh segmen remaja, baik di perkotaan
maupun di pedesaan. Tujuan pemberian informasi ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan yang mampu memberikan pilihan kepada remaja untuk bertindak secara
bertanggung jawab baik kepada dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Mengapa usia remaja perlu informasi
mengenai kesehatan reproduksi? Hal ini dapat dirunut ke belakang bahwa usia
remaja biasanya sangat rentan dengan kesehatan reproduksi. Masa ini para remaja
sering mengalami kebingungan dalam mengidentifikasi jati dirinya. Masa ini juga
dapat diibaratkan seperti orang berdiri di persimpangan jalan yang masih asing,
sehingga menimbulkan kebingungan memilih jalan yang tepat untuk dilaluinya.
Masa remaja seringkali juga disebut sebagai masa pancaroba.
Karena itu, orang tua akan merasa susah-susah gampang untuk menanganinya. Dalam konteksinlah
maka peranan orang tua sangat diperlukan.
Apalagi menurut sebuah penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling
banyak dipengaruhi oleh orang tua, teman-teman sekelompoknya dan apa yang dipelajarinya di sekolah.
Pada dasarnya, mendapatkan
informasi seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar merupakan hak
setiap anak. Terlebih karena rasa ingin tahu tentang seks adalah hal yang wajar
sebagai akibat dari pekembangannya. Rasa ingin tahu itu akan selalu muncul berulang-ulang selama belum
terpuaskan. Karena itu, orang yang
paling tepat untuk menjawab keingintahuan mereka adalah orang terdekat mereka,
yaitu orang tua. Karena orang tua adalah orang yang seharusnya paling mengenal
siapa anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana memenuhinya. Selain itu orang tua
merupakan pendidik utama, pendidik yang pertama dan yang terakhir bagi anaknya.
Meskipun banyak orang tua mengakui bahwa memberi bekal untuk remaja agar mereka
mampu menghadapi berbagai gejolak kehidupan sebenarnya tidaklah mudah. Meskipun
orang tua sudah bersusah payah menyediakan berbagai fasilitas, termasuk
pendidikan yang terbaik untuk anak putri mereka, namun orang tua tidak akan
sanggup menghindari godaan dunia yang menghadang kehidupan remaja global
sekarang ini
Perkembangan teknologi
komunikasi, informasi dan hiburan budaya pop, sekarang ini semakin deras dan tidak
mungkin bisa dibendung. Karena itu, mengurung
si anak di dalam rumah dengan menyediakan berbagai fasilitas canggih seperti
apapun tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi, jiwa remaja yang masih
labil tetap diperlukan sosialisasi dan interaksi
dengan lingkungan. Hal ini penting agar jiwanya dapat berkembang dengan baik.
Terdapat tiga macam perubahan yang terjadi pada
diri remaja dalam perkembangan reproduksi mereka, yaitu :
1. 1. Perubahan ragawi, yaitu
mulai berfungsinya segenap organ seksual beserta tanda-tanda kelamin sekunder
yang menyertainya. Remaja putri biasanya ditandai dengan mulai mengalami masa
menstruasi yang tidak mengenakkan, tumbuhnya payudara yang terkadang dirasa
risi, melebatnya rambut di bagian-bagian tertentu, sampai kemunculan jerawat
yang menimbulkan rasa rendah diri. Sementara pada pria ditandai dengan mulai merasakan tumbuhnya
jakun yang berakibat pada perubahan suara, ereksi yang biasa terjadi setiap
pagi kemudian mulai dirasakan pada saat-saat
yang lain, terutama apabila bertemu dengan wanita yang cantik atau yang berbaju
minim. Semua ini kerap menimbulkan belasan pertanyaan di benak mereka. Akan
tetapi mereka pada umumnya malu bertanya kepada orang yang tepat sehingga
kadang hanya dengan jawaban seadanya mereka telan mentah-mentah informasi
tersebut.
2. 2. Perubahan psikologis.
Perubahan ini menyangkut cara berpikir,
bersikap dan berperasaan. Jika sebelumnya mereka merasa nyaman di bawah kontrol
orang tua, kini merasa tidak pantas berada dalam kendali orang tua. Mereka
cenderung berpikir lebih tahu apa yang mereka butuhkan. Akibatnya, kadang
perilaku mereka kurang terkontrol karena merasa bahwa ini adalah yang benar.
3. 3, Perubahan Lingkungan. Perubahan ini terjadi karena
lingkungan yang dulu akrab mengulurkan tangan dan memanjakan mereka sekarang berubah
menjadi lingkungan yang mulai berbicara tentang tanggung jawab dan kedewasaan. Orang mulai berkata kini kamu sudah besar, telah dewasa dan
kata-kata semacam itu selalu terngiang di telinga mereka. Pada ujungnya menimbulkan
dorongan hebat untuk segera
bermetamorfosis menjadi suatu figur dewasa. Ini sekaligus memaksa mereka bukan
sebagai anak dari Bapak X atau Ibu Y akan tetapi sebagai diri mereka sendiri.
Di sinilah seorang remaja mulai berhadapan dengan kenyataan untuk menancapkan tonggak eksistensi mereka.
Ketiga perubahan di atas perlu diatur secara baik dan
teratur. Karena apabila tidak
demikian, maka efek yang ditimbulkan kurang baik. Pengelolaan yang tidak tepat
acapkali memicu dampak negatif yang bukan saja berpengaruh sesaat, melainkan
juga punya pengaruh signifikan bagi kehidupan remaja masa depan. Misal, dalam
hal seks dan reproduksi, saat ini arus informasi mengalir deras, mudah didapat
kapan dan dimana saja kita berada. Informasi-informasi tersebu, sekarang ini
dikemas dengan sedemikian menarik sehingga
terkadang orang dewasapun sulit membedakannya mana yang dapat
dipertanggungjawabkan dan mana yang tidak. Akibatnya, kemasan-kemasan tersebut membentuk opini
tersendiri bahwa seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu untuk dicoba.
Mengantisipasi persoalan
tersebut di atas, maka diperlukan peran
orang tua untuk mengkomunikasikan apa yang baik untuk putra putrinya, mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh. Orang tua memiliki peran besar dalam
memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai berbagai persoalan reproduksi,
khususnya masalah seks. Hal ini dikuatkan dengan beberapa penelitian yang membuktikan bahwa anak-anak dari orang tua
yang biasa berbicara tentang seks, lebih sedikit yang mengalami permasalahan
dibanding dengan anak-anak yang tidak pernah diajak berbicara atau diberikan
informasi apapun oleh orang tua mereka.
Karena itu, sebagai orang tua
yang baik pastinya kita akan melakukan apapun yang terbaik agar anak kelak
menjadi manusia yang baik jiwa dan raganya, bertanggung jawab baik pada dirinya
maupun pada orang lain dan mampu
menghadapi segala permasalahan. Bagaimanapun juga, orang tua dituntut dapat berbuat untuk masa depan anak-anaknya. Orang tua perlu mendampingi putra-putrinya agar
langkah-langkah mereka tidak salah langkah.
Bersamaan dengan itu, orang tua juga perlu selalu berdoa untuk putra-putrinya agar
mereka selamat dunia akhirat. Sebab, doa orang tua untuk anak-anaknya adalah
doa yang paling mujarab.
Febriani W Nurcahyanti, S.E.,
M.M.
Penyuluh Agama Honorer
Aktifis Sosial Kecamatan Danurejan
0 komentar:
Posting Komentar