اَللهُ الَّذِيْ سَخَّرَلَكُمُ
اْلبَحْرَلِتَجْرِيَ اْلفُلْكُ فِيْهِ بِاَمْرِه وَلِتَبْـتَغُوْا مِنْ فَضْلِهِ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. وَسَخَّرَلَكُمْ مَاِفىالسَّموتِ وَمَافِىاْلاَرْضِ جَمِيْعًامِّنْهُ
اِنَّ فِي ذلِكَ َلأيتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ. (الجاسيه:12-13)
“Allah-lah yang menundukkan lautan
untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizing-Nya, dan
supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu
bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kamu yang berfikir” (QS. Al Jaatsiyah: 12-13)
Hujan bagi makhluk hidup di seantero alam dunia ini
adalah berkah. Sebab, dengan hujan itu, rumput-rumput dan pepohonan seperti
bangun dari tidurnya, tunas-tunas baru mulai bermunculan sebagai pertanda
adanya kehidupan kembali. Demikian juga, bagi manusia, khususnya para petani,
hujan berarti rezeki. Berkah karena, dengan hujan itu yang mulai sejak akhir
tahun
Perubahan iklim dan cuaca beberapa tahun terakhir
ini dipandang tidak lumrah. Hujan sering turun sangat deras, di luar kebiasaan.
Akibatnya, beberapa tahun terakhir ini, banjir di beberapa daerah (termasuk ibu
kota) selalu menjadi berita rutin setiap tahun. Musim kemarau tahun 2002 lalu,
sering kita temui hujan yang cukup deras, sehingga masyarakat seringkali
rasan-rasan, “ini musim kemarau apa penghujan?”
Akhir kemarau tahun 2002 ternyata mundur dari biasanya. Bulan Oktober
biasanya (menurut adat alamiahnya) sudah mulai musim hujan, ternyata sampai
Desember hujanpun belum merata. Ada daerah yang sudah banjir karena hujan,
tetapi ada daerah (daerah tadah hujan) yang belum bisa tanam karena belum ada
air. di wilayah Gunungkidul bagian utara, masih kesulitan air untuk komsumsi
dan bertanam. Uniknya, bagi petani yang sudah bertanam sejak awal (pada
hujan-hujan pertama) harus menghadapi kecemasan yang sangat, sebab tanamannya
pelan-pelan mongering, akibat tak ada air.
Karena itu, bisa dipastikan bahwa panen di musim hujan tahun ini akan
turun drastic. Bahkan ada beberapa yang tidak bisa panen jagung, kacang atau padi.
Kondisi iklim dan perubahan cuaca yang tidak
menentu menarik untuk kita cermati. Terlepas, semua itu disebabkan oleh adanya
fenomena El Nino atau La Nina, yang
pasti bahwa ketidak teraturan perubahan iklim ini tidak lepas dari polah
tingkah perilaku manusia, mungkin termasuk kita. Bahwa sekarang ini, tanpa
disadaerai, mungkin kita tidak lagi ramah terhadap alam. Penjarahan hutan-hutan
di negri kita ini makin membabi buta. Pencemaran limbah rumah tangga dan
industri semakin tak terkendali. Pemakaian zat-zat kimia di dunia pertanian, peternakan,
perikanan dan industri semakin menggila. Akibatnya, alam yang merupakan berkah
dan karunia bagi manusia, sekarang berbalik menjadi bencana. Beberapa tahun
terakhir ini, kita mulai memanen bencana demi bencana. Banjir, kekeringan, tanah longsor, gunung meletus,
dan sebagainya secara bergelombang mewarnai perjalanan bangsa ini.
Lingkungan Alam Adalah
Karunia
Sebagai orang yang beriman, bagaimana kita
menyikapi fenomena alam yang terasa semakin ganjil ini ? Kecemasan dan ketakutan, sesekali mungkin menghantui pikiran kita. Namun
demikian, kita tidak dibenarkan jika
harus larut dalam kecemasan atau ketakutan menghadapi berbagai kejadian
alam. Dan sebaliknya, tidak dibenarkan juga jika kita tidak peduli sama sekali
terhadap berbagai bencana yang menimpa
saudara-saudara kita. Karena, siapa tahu bahwa suatu saat bukan tidak mungkin
bahwa bencana itu juga bisa menimpa
kita, ayah-ibu kita, adik atau kakak kita, ataupun orang-orang yang kita cintai.
Sikap yang perlu ditanamkan dan dikembangkan sejak
dini bagi setiap orang, adalah sikap positif terhadap alam, yaitu bahwa alam
tempat kita hidup ini adalah ciptaan sekaligus anugerah. Secara gamblang Allah
menegaskan hal itu dalam ayat di atas dan ayat berikut :
اَللهُ الَّذِيْ
خَلَقَ السَّموتِ وَاْلاَرْضَ وَاَنْرَلَ مِنَ السَّمَآءِ فَاَخْرَجَ بِهِ مِنَ
الثَّمَرتِ رِزْقًاالَّكُمْ وَسَخَّرَلَكُمُ اْلفُلْكَ لِتَجْرِيَ بِاَمْرِه
وَسَخَّرَلَكُمُ اْلاَنْهرَ. (ابرهم : 32)
Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. (QS. Ibrahim: 32)
Sebagai ciptaan, lingkungan alam ini
bersifat teleologis, sempurna dan teratur; dan sebagi anugerah, ia merupakan kebaikan yang tidak mengandung dosa
yang disediakan untuk manusia, alias suci. Tujuan Allah menciptakan alam ini
adalah menjadi media yang memberikan kesempatan bagi kita sebagai manusia untuk melakukan kebaikan
dan mencapai kebahagiaan (membangun peradaban). Praktisnya, menurut Ismail Raji
Al Faruqi, bahwa pandangan Islam
terhadap alam ini dicirikan oleh tiga hal, yaitu; keteraturan, kebertujuan dan
kebaikan. Menurut intelektual muslim yang meninggal di Amerika ini bahwa alam
adalah suatu panggung hidup yang
digerakkan oleh perintah dan tindakan Allah SWT.
Betapun sederhananya batu, pasir, tanah, dan
berbagai benda-benda alam lainnya, tetap saja kita tidak bisa membuatnya. Aneka
ragam jenis hewan ternak, burung yang warna-warni, tumbuh-tumbuhan, segala
macam jenis ikan laut, berbagai
mineral yang terpendam di perut bumi,
seperti; minyak, emas, tembaga, gas, aspal dan sebagainya, adalah sumberdaya
alam yang terjadi secara sunnatullah, atas kehendak Allah. Semua kebutuhan untuk hidup kita, telah
tersedia secara lengkap, kita tinggal
memakai dan memeliharanya.
Tetapi, mengapa sekedar memelihara saja terasa
sepertinya terasa berat dan sulit ?
Inilah persoalan utamanya.
Mengembangkan sikap bersahabat dengan alam, adalah sikap positif
yang tumbuh dari pemahaman yang benar
terhadap alam ini. Menurut Islam, lingkungan alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai
ciptaan, lingkungan alam bersifat
teleologis, sempurna dan teratur; sebagi anugerah, ia merupakan kebaikan yang
tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuan diciptakannya alam ini
adalah memungkinkan kita sebagai manusia untuk melakukan kebaikan dan mencapai
kebahagiaan (membangun peradaban). Praktisnya, pandangan Islam terhadap alam
dicirikan oleh tiga hal, yaitu keteraturan, kebertujuan dan kebaikan. Alam
adalah suatu panggung hidup yang
digerakkan oleh perintah dan tindakan Allah SWT.
Bersahabat dengan
lingkungan
Karena
itu, secepatnya kita perlu berbuat sesuatu.
Tindakan sederhana, tetapi sangat
mendasar untuk mengembalikan agar lingkungan alam ini benar-benar menjadi
karunia bukan bencana adalah menanamkan kembali prinsip-prinsip dalam memperlakukan lingkungan. Sebab,
diakui atau tidak bahwa lingkungan alam yang akhir-akhir ini rasanya kok kurang
atau bakkan tidak bersahabat dengan kita, sebab utamanya adalah karena kita
telah semena-mena, rakus dan arogan terhadapnya.
Pandangan Islam terhadap lingkungan alam berbeda
dengan agama-agama lain. Menurut agama Hindu lingkungan alam adalah sebagai
suatu peristiwa tak menguntungkan yang
terjadi atas dewa Brahma yang Muntlak.
Ciptaan (yakni makhluk individual, termasuk lingkungan alam) merupakan
obyektivikasi darinya (yang Mutlak) yang seharusnya tidak terjadi karena hal itu merupakan
kemerosotan dari kesempurnaannya
sebagai yang Mutlak. Implikasinya, semua benda yang ada di alam ini, termasuk
manusia dianggap sebagai penyimpangan,
sebagai sesuatu yang terkurung dalam bentuk makhluk. Menurut agama Kristen,
lingkungan alam adalah makhluk Tuhan yang pernah sempurna, tetapi kemudian rusak dalam "kejatuhan" dan dengan
demikian menjadi jahat. Kejahatan penciptaan, yang bersifat ontologis, esensial
dan pervasif, menjadi alasan bagi drama
penyelamatan Tuhan, dari inkarnasi diri-Nya dalam diri Yesus, dari
penyaliban dan kematian-Nya. Jadi, pikiran Kristen menganggap bahwa ciptaan
telah jatuh dan alam sebagai kejahatan. Lebih lanjut, kebencian terhadap materi
yang menjadi ciri gnostisisme terwariskan kepada Kristen dan menguatkan rasa kejijikan dan
antagonismenya terhadap “alam
dunia" (Al-Faruqi: 1988).
Berbeda dengan Hindu dan Kristen, Islam memandang
bahwa lingkungan alam adalah ciptaan dan
anugerah. Sebagai ciptaan, lingkungan alam
bersifat teleologis, sempurna dan teratur; sebagi anugerah, ia merupakan
kebaikan yang tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuan
diciptakannya alam ini adalah memungkinkan kita sebagai manusia untuk melakukan
kebaikan dan mencapai kebahagiaan (membangun peradaban). Praktisnya, pandangan
Islam terhadap alam dicirikan oleh tiga hal, yaitu keteraturan, kebertujuan dan
kebaikan. Alam adalah suatu panggung hidup
yang digerakkan oleh perintah dan tindakan Allah SWT.
Hikmah
di Balik Peristiwa
Kejadian alam semesta dengan proses yang panjang
itu, memnerikan pelajaran penting bagi kehidupan kita. Pelajaran yang bisa
diambil antara lain:
Pertama,
setiap kejadian atau peristiwa di alam semesta ini pastilah melalui proses.
Termasuk segala kejadian yang berkaitan dengan manusia, seperti; menjadi kaya,
pandai, terhormat, popularitas dan sebagainya
adalah melewati suatu proses tertentu. Termasuk kejadian manusia sebagai
makhluk yang sempurna, juga melalui proses panjang baik proses organik maupun
proses sosio-psikologis, yaitu dari bersatunya setitik air mani (nuthfah)
laki-laki dengan sel telur wanita, kemudian menjadi segumpal darah, kemudian
ditiupkan ruh, dan terus tumbuh serta berkembang menjadi embrio manusia. Selama
sembilan bulan lebih akhirnya lahir menjadi bayi manusia. Setelah lahir saja,
manusia masih melewati proses panjang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja,
dewasa, terus menjadi tua dan seterusnya. Demikian juga pada dunia pepohonan,
makhluk ini juga mengalami proses
panjang untuk dapat menghasilkan buah. Semua tumbuhan (pepohonan) pasti melalui
proses dari benih, kemudian tumbuh, berkembang, penyerbukan dan baru kemudian berbuah. Dengan demikian,
proses atau tahap-tahap kehidupan ini merupakan sesuatu yang berproses secara
lamaiah atau sesuai dengan sunnatullah.
Kedua,
semua kejadian atau peristiwa di alam semesta ini memiliki sebab dan akibat.
Termasuk pilihan manusia dalam menentukan ppola pikir, sikap dan perbuatan juga
akan menimbulkan implikasi secara
langsung ataupun tidak langsung bagi dirinya sendiri atau lingkungannya. Atas
dasar itu, maka kita perlu selalu
mempertimbanagkan baik dan buruk atas sikap dan perbuatan yang kita lakukan.
Ketiga,
sudah seharusnya jika setiap proses dalam kehidupan, kita harus berupaya untuk
menuju ke arah yang lebih baik atau menuju ke arah kesempurnaan. Dalam arti
bahwa manusia semakin dewasa dan semakin
tua, haruslah semakin besar karyanya, makin arif dan bijaksana perbutannya
serta semakin dekat terhadap Allah SWT yang menciptakan dirinya dan alam
semesta seisinya.
Akhirnya, sekarang terpulang kepada kita, bahwa
alam semesta ini akan benar-benar menjadi karunia yang akan memuliakan kita,
jika kita bisa memuliakan alam ini. Demikian juga, bahwa berbagai kejadian alam
ini tidak akan menjadi bencana yang bisa
menjadikan kita menderita, atau bahkan mematikan hidup kita, tetapi justru
bersahabt dengan kita, sekiranya kita bisa bersahabat dengan lingkungan alam.
Yogyakarta, 12 Pebruari 2003
M. Mahlani
0 komentar:
Posting Komentar